Rencana Pemerintah Naikkan TDL, Indef Nilai akan Pengaruhi Pemulihan Ekonomi

EmitenNews.com - Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) sangat berpotensi mempengaruhi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Karena itu, menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman, pemerintah mesti berpikir ulang dan menghitung ulang serta memilih dan memilah apakah kebijakan penyesuaian TDL ini sudah tepat.
Dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (11/5/2022), Ekonom Indef Rizal Taufikurahman mengatakan, pemerintah juga telah mengurangi jatah subsidi listrik dari Rp61,5 triliun berdasarkan outlook 2021 menjadi Rp56,5 triliun dalam RAPBN 2022. Tak hanya itu, berdasarkan pengalaman kenaikan TDL pada 2013 juga membuktikan bahwa kebijakan tersebut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Indef Rizal Taufikurahman menjelaskan kenaikan TDL akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga yang merupakan kontributor utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu lebih dari 60 persen.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2022 ini belum mencapai 5 persen. Padahal, dibutuhkan pertumbuhan di atas 5 persen untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen.
Rizal mengestimasikan penerapan tarif adjustment pelanggan nonsubsidi akan mempengaruhi konsumsi rumah tangga sebesar minus 0,2 persen dan terhadap PDB sebesar 0,11 persen.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan pemerintah perlu mempercepat realisasi belanja untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut dia, belanja pemerintah perlu dijaga tetap tinggi di setiap kuartal agar berdampak lebih besar terhadap perekonomian nasional.
"Kita harus dorong kualitas belanja pemerintah, jangan sampai terus-menerus menumpuk di akhir tahun karena setiap kuartal 4 selalu paling tinggi konsumsi pemerintah," kata Eko Listiyanto.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi pemerintah terkontraksi 7,74 persen pada kuartal I 2022 dengan sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi 5,49 persen atau turun dari sumbangannya rata-rata sebesar 10 persen. Belanja pemerintah yang terkontraksi dinilai tidak beriringan dengan peningkatan penerimaan pemerintah saat COVID-19 telah terkendali dan ekonomi mulai pulih. ***
Related News

Indonesia Bersaing dengan 72 Negara dalam Negosiasi Tarif dengan AS

BPS: April 2025 Terjadi Inflasi 1,95 Persen YoY

Lagi; Harga Emas Antam Turun Rp20.000 per Gram

Bank Minta Agunan KUR di Bawah Rp100 Juta, Siap Terima Sanksi

Bank DKI Bagikan Dividen Rp249 Miliar, Rp529M Pengembangan Usaha

May Day 2025, BPJS Ketenagakerjaan Salurkan Paket Sembako