EmitenNews.com - Prof. Dr. Subroto telah pergi. Menteri Pertambangan dan Energi periode 1978-1988 itu, meninggal dunia hari ini, Selasa (20/12/2022) sore, pukul 16.25 WIB, dalam usia 99 tahun. Kita kehilangan tokoh OPEC (mantan Sekjen organisasi negara-negara penghasil migas) yang lekat dengan penampilan jas, kemeja putih, berdasi kupu-kupu itu.


Telah berpulang ke Rahmatullah pada hari Selasa, 20 Desember 2022 pukul 16.25. WIB di Jakarta pada usia 99 tahun. Keluarga Besar, BIMASENA, Masyarakat Pertambangan dan Energi, mengumumkan meninggalnya Prof. Dr. Subroto, pendiri, dan ketua BIMASENA itu, Selasa sore. “Semoga amal ibadah Almarhum diterima oleh Allah SWT, diberikan tempat yang terbaik dan mulia disisi-Nya, serta keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.”


Sebelumnya, tokoh energi nasional itu, sempat dikabarkan mengalami penurunan kondisi kesehatan dan dirawat intensif di salah satu rumah sakit di Jakarta. Rupanya pria kelahiran Kota Surakarta, Jawa Tengah, 19 September 1923, tidak bisa bertahan lagi, sampai kabar duka itu datang, Selasa sore. Anak 7 dari 8 bersaudara dari pasangan Martosuwignyo dan Sindurejo itu, telah meninggal dunia.


Pada zamannya mudah mengenali salah satu menteri dalam kabinet Presiden Soeharto itu. Bukan apa-apa. Penampilan Subroto sungguh khas, necis, lengkap dengan setelan jas gelap berdasi kupu-kupu, rambut tersisir rapih ke atas. Pada peringatan ulang tahun ke-99 pada 20 September 2022, Subroto tampil dengan ciri khasnya: rambut putih tersisir rapih ke atas, berdasi kupu-kupu, ditambah senyum lebar, meski terduduk di kursi roda.


Ketokohannya di bidang energi, minyak dan gas bumi diakui. Subroto adalah orang Indonesia kedua menjabat Sekjen OPEC. Pejabat Indonesia yang pernah menduduki Presiden OPEC, selain Subroto (1980), juga M. Sadli tahun 1976, dan I.B Sujana tahun 1997.


Subroto selalu serius berbicara tentang migas. Tidak heran kalau mantan Sekjen OPEC ini, memiliki perhatian khusus terhadap sektor yang pernah menjadi primadona bagi penerimaan nasional itu.


Subroto lulus dari HIS, lalu melanjutkan sekolah di MULO dan Sekolah Menengah Tinggi (SMT). Ia lalu berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), dan lulus Sarjana Muda (tingkat IV) pada Maret 1955. Kegemarannya berkecimpung di organisasi kemahasiswaan mempertemukannya dengan perwakilan Universitas McGill, Montreal Kanada, yang sedang di Indonesia mencari kandidat yang berminat dalam program pertukaran mahasiswa.


Subroto beruntung mendapatkan beasiswa penuh untuk program pascasarjana di bidang foreign trade (perdagangan luar negeri). Subyek tesisnya adalah analisis persyaratan perdagangan dengan studi kasus Indonesia dengan judul Indonesian Terms of Trade after the Second World War. Hal itu yang membuat kesadaran Subroto akan pentingnya sumber daya mineral dan bahan bakar fosil untuk perekonomian suatu negara.


Dengan gelar Master of Arts dari Universitas McGill pada tahun 1956, Subroto kembali ke Indonesia, lalu mengambil program doktor ekonomi di UI. Pada tahun 1958, Subroto meraih gelar doktor ekonomi dari UI.


Saat mengajar sebagai dosen Seskoad di Bandung, salah satu muridnya adalah Soeharto, yang belakangan kita kenal sebagai Presiden Indonesia (1966-1998). Begitu Pak Harto menjabat Presiden RI, Subroto dan kelompoknya diangkat sebagai penasehat bagi pemerintahan yang baru tersebut. Sejak itu kariernya terus menanjak, dengan menjabat menteri dalam beberapa periode. ***