EmitenNews.com - Pemerintah menawarkan kredit karbon berbasis hutan tropis dalam dalam Business Forum on Forest Carbon Trade yang digelar di Paviliun Indonesia, World Expo 2025 Osaka,  Jepang, Jumat (9/5/2025). Dalam forum ini ada penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara pelaku usaha Indonesia dan mitra Jepang, termasuk proyek berbasis solusi alam dan perlindungan keanekaragaman hayati.

Forum bisnis ini merupakan kolaborasi antara Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), serta dihadiri para pemangku kepentingan dari sektor publik dan swasta, baik dari Indonesia maupun Jepang.

Indonesia memaparkan program andalan Food and Land Use Coalition (FOLU) Net Sink 2030 yang menargetkan sektor kehutanan dan penggunaan lahan menjadi penyerap emisi bersih pada 2030.

Dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (10/5/2025), Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo mengatakan, program ini menjadi kerangka utama Indonesia dalam mencapai komitmen iklim serta mendorong terbentuknya pasar karbon internasional yang kredibel dan berkelanjutan.

"Peluncuran Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) menandai babak baru dalam transformasi ekonomi hijau nasional. Indonesia tidak hanya menjaga hutannya, tetapi juga memonetisasi perlindungan tersebut menjadi aset global," katanya.

Penasihat FOLU Net Sink 2030 Agus Justianto menyebutkan, forum itu membahas implementasi Mutual Recognition Arrangement (MRA) antara Indonesia dan Jepang yang memungkinkan pengakuan lintas negara terhadap sertifikasi karbon.

"Hal ini menjadi peluang besar bagi proyek-proyek karbon berbasis alam seperti restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove untuk menarik investor Jepang," ujar Agus Justianto.

Kolaborasi ini dinilai bukan sekadar mekanisme teknis, tetapi bentuk nyata dari kepercayaan dan kepemimpinan bersama dalam agenda iklim global. Kita mengajak dunia, terutama Jepang, untuk berinvestasi pada solusi iklim berbasis hutan tropis Indonesia.

Indonesia menekankan besarnya potensi ekosistem mangrove dalam menyerap karbon lima kali lebih besar dibandingkan ekosistem daratan. Dengan regulasi yang semakin kuat, infrastruktur pengukuran, pelaporan, dan verifikasi yang semakin transparan, serta dukungan kebijakan dari pemerintah, Indonesia siap menjadi penyedia utama kredit karbon berbasis hutan tropis dunia.

Pemerintah perkuat posisi Indonesia di pasar karbon global

Pemerintah terus memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global. Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) mendorong Mutual Recognition Arrangement (MRA) bersama standar karbon internasional seperti Verra, Gold Standard, Puro Earth, dan Plan Vivo.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono mengungkapkan hal tersebut melalui forum CarboNEX 2025 pada Selasa, 22 April 2025.

"Dengan Gold Standard kita sudah berkomunikasi intensif, targetnya, MRA dengan Gold Standard bisa ditandatangani sekitar Mei atau Juni. Dengan Verra, draft (MRA) sudah kami terima. Sekarang sedang dikaji tim kami," ujar Diaz dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (23/4/2025).

Langkah ini cukup penting untuk membuka peluang lebih luas bagi proyek-proyek karbon di Indonesia agar bisa diperdagangkan secara internasional. Tak hanya membidik permintaan pasar internasional, KLH juga berusaha mendorong pasokan karbon domestik. Sejumlah sektor seperti biochar, POME (limbah sawit), hingga proyek-proyek milik BUMN seperti Pertamina NRE telah disiapkan untuk memperbanyak pasokan kredit karbon.

Satu hal, kerja sama internasional yang dijalin tetap mengacu pada prinsip-prinsip kepentingan nasional yang tidak bisa dinegosiasikan. Dalam hal ini, seluruh proyek karbon wajib terdaftar di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI), mendukung pencapaian National Determined Contribution (NDC) Indonesia melalui mekanisme buffer, dan transaksi pertama dilakukan di Indonesia agar dapat dicatatkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

IDXCarbon juga mempersiapkan diri dengan menjajaki keanggotaan dengan Verra dan Gold Standard, serta memperkuat infrastruktur teknologi untuk integrasi sistem.

"Koneksi dengan registry internasional bukan masalah. Dalam negeri, IDXCarbon sudah terkoneksi secara otomatis dengan SRN-PPI dan APPLE-Gatrik milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," ungkap Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik.