Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2/2017), menjatuhkan vonis untuk Irman Gusman 4,5 tahun penjara, karena terbukti bersalah melakukan korupsi. Irman juga diwajibkan membayar denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Menurut majelis hakim, Irman terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Hakim juga mencabut hak politik Irman selama tiga tahun sejak Irman selesai menjalani masa pidana pokoknya. Majelis hakim menilai, pencabutan seluruh atau sebagian hak terdakwa yang diberikan pemerintah bertujuan untuk melindungi publik dari kemungkinan terpilihnya seseorang yang berperilaku koruptif dalam jabatan publik. 

Yang memberatkan, menurut hakim, jabatan sebagai anggota DPR, MPR, atau DPD adalah jabatan publik yang ditugaskan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Maka, hakim berpendapat bahwa jabatan-jabatan tersebut sudah selayaknya diisi oleh orang-orang yang bersih dari perilaku korupsi. 

Ketika itu, Irman Gusman menganggap pembuktian keterlibatannya dalam kasus korupsi merupakan bahan pembelajaran bagi dirinya sendiri. Irman pun dijebloskan ke Lapas Sukamiskin.

Dalam perjalanan waktu, Irman Gusman mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Pada sidang pendahuluan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (10/10/2018), ia mengungkapkan, upaya hukum itu haknya sebagai pencari keadilan.

Selasa (24/9/2019) majelis hakim PK mengabulkan permohonan Irman. MA mengurangi hukuman Irman menjadi 3 tahun penjara. Putusan tersebut dijatuhkan pada hari Selasa, 24 September 2019 oleh majelis hakim PK yang diketuai oleh Suhadi dengan Eddy Army dan Abdul Latif masing-masing sebagai hakim anggota.

"Menyatakan pemohon PK terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Tipikor, menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 1 (satu) bulan kurungan," kata Andi Samsan Nganro, (ketika itu) jubir Mahkamah Agung. ***