Dalam prosesnya, disepakati skema pembiayaan dengan pengadaan fiktif server dan storage antara PT SCC dan PT PNB. Beberapa dokumen kontrak dibuat dengan tanggal mundur (backdated), termasuk perjanjian kerja sama senilai Rp 266,3 miliar.

Pada periode Juni hingga Juli 2017, PT SCC mentransfer dana sebesar Rp236,8 miliar ke rekening PT Granary Reka Cipta (GRC), perusahaan yang disiapkan untuk menampung dana tersebut. Selanjutnya, dana tersebut ditransfer ke PT PNB. Dana yang diterima PT PNB digunakan oleh tersangka RPLG untuk membayar cicilan, membuka rekening deposito, dan kepentingan pribadi lainnya.

Hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan kerugian negara akibat perbuatan ini mencapai lebih dari Rp 280 miliar.

Oleh karenanya, Mufti menilai audit internal mendesak untuk dilakukan agar tidak mengganggu kinerja Dian Siswarini sebagai Dirut baru PT Telkom, termasuk memitigasi potensi adanya tindakan korupsi.

"Hari ini juga sedang diselidiki KPK soal persoalan di jabatan sebelumnya, di direksi BUMN sebelumnya," ungkap Legislator dari Dapil Jawa Timur II itu.

Mufti menilai, Dian memiliki rekam jejak yang baik. Namun jika sang Dirut dikelilingi orang-orang yang memiliki kinerja buruk, maka Telkom pada akhirnya akan terpuruk.

"Karena kalau misalnya Ibu Dian yang bersih saja dan di sekitarnya banyak orang yang ternyata niatnya bukan membangun tapi merampok duit negara, maka tak akan ada perbaikan di tubuh Telkom,” sebut Mufti.

Mufti memastikan Komisi VI DPR yang bermitra dengan BUMN akan terus mengawal kerja-kerja perusahaan pelat merah, termasuk Telkom.

“Maka kami meminta komitmen dari Dirut Telkom yang baru untuk melakukan pembenahan sehingga tidak lagi terjadi kasus-kasus korupsi seperti ini yang sangat-sangat merugikan negara dan uang rakyat,” tutupnya.(*)