EmitenNews.com - Pemerintah masih melakukan perhitungan terbaik untuk menyelesaikan masalah pembengkakan utang kereta cepat jakarta-bandung, atau Whoosh. Dalam Rapat Terbatas bersama Presiden, salah satu opsi yang dibahas, pemerintah meminta pelonggaran pembayaran utang jumbo itu. China bersedia membantu mengatasi krisis keuangan Whoosh yang menelan biaya hingga USD7,27 miliar atau Rp117,3 triliun.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dalam keterangannya yang dikutip Jumat (31/10/2025), memastikan permasalahan Whoosh sudah dibahas dalam salah satu Rapat Terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto.

Dalam rapat itu, Presiden meminta Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dan CEO Danantara Rosan Perkasa Roeslani, yang juga Menteri Investasi, menghitung lagi detailnya. Kemudian mematangkan opsi-opsi untuk meminta misalnya perpanjangan masa pinjaman. 

“Itu bagian dari skenario terbaik," kata Mensesneg Prasetyo Hadi, di Galeri Foto Jurnalistik ANTARA, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Satu hal, Prasetyo Hadi menegaskan bahwa penyediaan transportasi publik seperti Whoosh memang sudah menjadi kewajiban pemerintah. Termasuk jenis transportasi lain seperti kereta api, nonkereta api cepat, juga transportasi bus, kapal dan lainnya.

"Semua sedang kita coba perbaiki," tegasnya.

Bagusnya, pihak China juga sudah memberikan lampu hijau untuk membantu Indonesia mengatasi krisis keuangan Whoosh yang menelan biaya hingga USD7,27 miliar atau sekitar Rp117,3 triliun.

Lihat saja. Dalam konferensi pers di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyampaikan bahwa negaranya siap berkolaborasi dengan Indonesia untuk menjaga keberlanjutan operasional Whoosh.

"China siap bekerja sama dengan Indonesia untuk memastikan pengoperasian kereta cepat Jakarta-Bandung berjalan optimal. Proyek ini diharapkan terus mendorong pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia, serta memperkuat konektivitas kawasan," ujar Guo Jiakun, seperti dikutip media outlet Caliber.az, Minggu (26/10/2025).

COO Danantara Dony Oskaria mengatakan negosiasi ini harus dijalankan karena proses pembahasan restrukturisasi yang belum selesai penuh. Menurut Kepala BP BUMN ini, masih ada bahasan terkait pembayaran suku bunga hingga mata uang yang akan digunakan untuk pembayaran utangnya.

Soal utang Whoosh Luhut Binsar Pandjaitan sudah berbicara dengan pihak China

Di luar itu, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan mengaku sudah lama berbicara dengan pihak China untuk menyelesaikan masalah utang pembangunan proyek Whoosh itu. 

Opung LBP turun tangan menyelesaikan megaproyek yang diresmikan di era Presiden Joko Widodo itu menjadi bom waktu bagi neraca keuangan PT Kereta Api Indonesia. Pasalnya, KAI sebagai pemimpin perusahaan konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, yang menjadi pemegang saham mayoritas di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), pengelola Whoosh.

Sambil menanggapi pernyataan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa yang tegas menolak menalangi utang Whoosh dari APBN, Luhut menegaskan, penyelesaian polemik utang proyek Whoosh memang tidak bisa dilakukan melalui keterlibatan APBN. Ia memastikan dari DEN juga sudah menilai opsi restrukturisasi utang menjadi yang paling tepat.

"Restructuring. Saya sudah bicara dengan China karena saya yang dari awal mengerjakan itu, saya terima sudah busuk itu barang. Kita coba perbaiki, kita audit oleh BPKP, kemudian kita berunding dengan China," kata Luhut di kawasan JS Luwansa, Jakarta, dikutip Jumat (16/10/2025).

Luhut menginformasikan, proses restrukturisasi itu sebetulnya sudah disepakati pihak China, sebelum pergantian masa kepemimpinan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto. Namun, karena adanya pergantian kepemimpinan Kepala Negara pada Oktober 2024, maka prosesnya sempat terhenti.

Nah, untuk kembali melanjutkan proses perundingan restrukturisasi utang proyek Whoosh, Luhut mengatakan, Presiden Prabowo Subianto berencana membentuk tim khusus. Tim untuk mengurus penyelesaian polemik penanganan utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu, akan dikukuhkan melalui penerbitan Keputusan Presiden.