EmitenNews.com - Bank Indonesia (BI) mengingatkan, perekonomian global berisiko tumbuh lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Ditambah lagi dengan peningkatan risiko stagflasi dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan.


"Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, berisiko lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, disertai dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara. Bahkan resesi di sejumlah negara maju sebagai dampak dari pengetatan kebijakan moneter yang agresif," papar Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam keterangan persnya usai Rapat Dewan Gubernur, Selasa (23/8).


Berbagai indikator dini Juli 2022 mengindikasikan berlangsungnya perlambatan konsumsi dan kinerja manufaktur di AS, Eropa, dan Tiongkok. Sementara itu, tekanan inflasi global masih tinggi seiring dengan ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung, serta perbaikan gangguan rantai pasokan yang masih terbatas.


Volume perdagangan dunia juga diprakirakan lebih rendah dari prakiraan seiring dengan perlambatan ekonomi global.


"Sejalan dengan perkembangan tersebut, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, di tengah masih berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara, termasuk AS, meskipun tidak seagresif dari prakiraan awal," lanjut Perry.


Hal ini mengakibatkan masih terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.


Kabar baiknya, di tengah tekanan eksternal tersebut perbaikan ekonomi domestik terus berlanjut. Realisasi Produk Domestik Bruto (PDB) triwulan II 2022 sebesar 5,44% (yoy), jauh lebih tinggi dari prakiraan dan capaian triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy). Tingginya pertumbuhan ekonomi didorong oleh peningkatan permintaan domestik, terutama konsumsi rumah tangga, serta tetap tingginya kinerja ekspor.


Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada peningkatan pertumbuhan mayoritas lapangan usaha, terutama Industri Pengolahan, Transportasi dan Pergudangan, serta Perdagangan Besar dan Eceran. Secara spasial, perbaikan ekonomi ditopang oleh seluruh wilayah, terutama Jawa, Sumatera, dan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua).


"Ke depan, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan tetap tinggi. Berbagai indikator dini pada Juli 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur terus membaik," kata Gubernur BI optimistis.


Dari sisi eksternal, kinerja ekspor hingga bulan Juli 2022 tetap positif di tengah melambatnya perekonomian global. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan bisa ke atas dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5%-5,3%.(fj)