EmitenNews.com - PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) mencatatkan rugi bersih sebesar Rp1,672 triliun pada tahun 2021, atau membengkak 24,6 persen dibandingkan tahun 2020 yang hanya Rp1,349 triliun.

 

Saham Bukalapak (BUKA) hingga penutupan perdagangan kemarin Rabu (13/4/2022) telah mengalami koreksi hingga 59,05 persen ke level Rp348 per saham dari harga perdananya pada hari pencatatan di Bursa 6 Agustus 2021 Rp850 per saham. Bahkan harga terendah sempat terjadi pada 16 Maret 2022 dimana saham BUKA menyentuh Rp258 lembar saham.

 

Data tersebut tersaji dalam laporan keuangan tahun 2021 telah audit emiten wahana perdagangan secara daring itu yang diunggah pada laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (13/4/2022). Padahal, pendapatan bersih tumbuh 37,7 persen menjadi Rp1,869 triliun yang ditopang pendapatan wahana perdagangan daring sebesar Rp990,18 miliar. Hasil itu turun 3,97 persen dibandingkan tahun 2020 yang terbilang Rp1,031 triliun.  

 

Senasib, pendapatan BukaPengadaan turun persen menjadi Rp114,38 miliar. Hanya pendapatan dari mitra yang melonjak 285 persen menjadi Rp764,5 miliar. Sayangnya, beban pokok pendapatan membengkak 258 persen menjadi Rp441,42 miliar. Ditambah, beban penjualan dan pemasaran yang naik 7,9 persen menjadi Rp1,639 triliun.

 

Hanya beban umum dan administrasi yang turun 3,06 persen menjadi Rp1,452 triliun. Dampaknya, perseroan harus menanggung rugi usaha senilai Rp1,709 triliun, atau membengkak 6,9 persen dibandingkan tahun 2020, yang tercatat sebesar Rp1,837 triliun.

 

Sedikit mengurangi kerugian, perseroan membukukan pendapatan keuangan sebesar Rp226,61 miliar atau melonjak 1514 persen dibandingkan tahun 2020, yang tercatat sebesar Rp14,078 miliar. Pendapatan ini berasal dari bunga deposito senilai Rp226,61 miliar.

 

Sementara itu, aset perseroan melonjak 1200 persen menjadi Rp26,61 triliun karena setoran modal hasil IPO sebesar Rp21,9 triliun. Namun, Aset tetap bersih sebesar Rp69 miliar pada 31 Desember 2021, turun sebesar Rp202 miliar atau 75% dibandingkan pada 31 Desember 2020 sebesar Rp272 miliar. Penurunan terutama disebabkan oleh penjualan aset dan depresiasi. 

 

Kas dan setara kas yaitu Rp24.7 T pada 31 Desember 2021, meningkat sebesar Rp23.2 T atau 1.564% dibandingkan pada 31 Desember 2020 yaitu Rp1.484 milyar. Peningkatan tersebut terutama berasal dari penerimaan atas penerbitan saham baru seri G dan pencairan dana Initial Public Offering (IPO).

 

Pinjaman bank jangka pendek sebesar Rp2 T pada 31 Desember 2021, meningkat sebesar Rp2 T atau 100% dibandingkan pada 31 Desember 2020 sebesar nihil. Peningkatan disebabkan oleh penarikan fasilitas pinjaman jangka pendek di PT Bank DBS Indonesia.