EmitenNews.com - Citra Borneo Utama (CBUT) meraih fasilitas kredit collateral senilai Rp1 triliun. Fasilitas kredit untuk penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) itu, didapat dari Bank Rakyat Indonesia (BBRI). Perjanjian tersebut telah diteken pada 29 Januari 2024.

Alex Dwi Adha Corporate Secretary Citra Borneo menuturkan fasilitas kredit itu, berjangka waktu selama 12 bulan. Itu terhitung sejak tanggal penandatanganan perjanjian dengan suku bunga sebesar suku bunga simpanan giro + 0,5 persen p.a bersifat reviewable.

Penandatanganan perjanjian kredit, dan pemberian jaminan dilaksanakan sesuai ketentuan dan peraturan perundangan berlaku, dan dijamin blokir saldo giro valas rekening khusus penampungan DHE SDA atas nama Citra Borneo yang mengcover setiap pencairan kredit dalam rupiah.

Perolehan fasilitas kredit tersebut untuk penunjang kegiatan operasional. Fasilitas itu, merupakan transaksi material yang mendapat pengecualian serta tidak berdampak material terhadap kondisi keuangan dan kelangsungan usaha Citra Borneo.

Secara teknikal saham Citra Borneo dari pergerakan harga terakhir dipersimpangan. Jika mampu break out Rp1.900 potensi testing Rp2.300 an (Green Arrow). "Namun jika closing di bawah Rp1.750 lebih besar potensi koreksi lanjutan," tegas Dimas Wahyu Analis Bahana Sekuritas.

Head Of Research Nh Korindo Sekuritas Liza C. Suryanata menyebut Citra Borneo in overall masih downtrend, tapi mulai ada usaha bottoming dan penembusan resistance Moving Average dari 1740-1790 walau belum jua berhasil ditutup di atasnya. 

Menurut Liza, saham Citra Borneo baru bisa agak leluasa melaju ke atas jika sudah tembus resistance Rp1.880.  Dengan target selanjutnya di level Rp2.000, atau Rp2.200-2.260 untuk jangka pendek dan support pertama untuk saham Citra Borneo level pertama 1660 dan selanjtnya Rp1.510-1.500.

Pada pertengahan Januari 2024, Analis Samuel Sekuritas bersama dengan Tim Riset Samuel Sekuritas menyebut, dampak pemulihan ekonomi global akan membuat harga CPO domestik berpotensi naik hingga 8 persen atau ke harga Rp12.000 per kg.

Sentimen lain juga menjadi perhatian Samuel Sekuritas, biaya pupuk diprediksi turun 25 persen secara tahunan dibanding pada 2023 meningkat. Itu menjadi salah satu pengeluaran terbesar emiten CPO. Penurunan ini ditopang peningkatan pasokan bahan baku pupuk, dan stabilitas geopolitik lebih baik.

"Karena prospeknya solid, rating sektor plantation masih overweight. Investor disarankan memilih perusahaan dengan potensi pertumbuhan produksi besar, terutama emiten memiliki tanaman kelapa sawit dalam masa emas, dan berusia muda. Risiko sektor plantation ini dari fluktuasi harga CPO, dan minyak nabati lainnya, dan perubahan regulasi," tulis Samuel Sekuritas, Kamis (11/1/2024).

Phintraco Sekuritas memandang harga CPO berpotensi meningkat pada tahun ini. Hal tersebut seiring dengan produksi CPO yang cenderung stagnan.  "Pemulihan ekonomi pada negara-negara konsumen CPO serta potensi terganggunya produksi akibat dampak dari El Nino, juga berpotensi meningkatkan harga CPO pada 2024," tulis Phintraco Sekuritas. (*)