EmitenNews.com - Pergerakan nilai tukar rupiah cenderung melemah (depresiasi) terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terus berlanjut. Tekanan itu, diprediksi terus berlanjut, dan makin besar ke depan. Itu seiring agresivitas Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan. 


Kondisi itu, perlu direspons masyarakat dengan melakukan diversifikasi investasi untuk menjaga return investasi terjaga optimal. Sejak awal tahun alias year to date (ytd) hingga awal November 2022, rupiah telah melemah 9,65 persen terhadap USD. Tekanan itu, salah satunya disebabkan langkah The Fed  sejak awal tahun telah menaikkan suku bunga lebih besar dari bank sentral negara manapun di dunia termasuk Bank Indonesia. 


Sejak awal tahun hinggal awal November 2022, The Fed telah menaikkan suku bunga 3,75 persen dibanding Bank Indonesia (BI) baru menaikkan suku bunga 1,25 persen. Depresiasi rupiah itu, bukan tidak mungkin terus berlanjut hingga beberapa bulan ke depan. Meski begitu, pelemahan ini tidak akan terjadi secara menahun. ”Momentum seperti ini perlu kejelian masyarakat dalam melakukan diversifikasi investasi khususnya kepada investasi berdenominasi dolar, untuk menjaga tingkat pengembalian investasi tetap optimal,” tutur Direktur PT Bahana TCW Investment Management, Danica Adhitama.


Di tengah tekanan terhadap rupiah itu, Bahana TCW memiliki salah satu produk Reksa Dana Pasar Uang mencatatkan kinerja optimal. Reksa Dana Bahana Liquid USD, diluncurkan sejak Agustus 2014 lalu, telah mencatat kinerja cemerlang sekaligus dapat menjadi alternatif bagi masyarakat untuk melakukan diversifikasi investasi ke dalam denominasi dolar AS.


Kinerja Reksa Dana Bahana Liquid USD (BLU) selama 1 tahun terakhir berhasil mencetak tingkat return 0,34 persen per 31 Oktober 2022. Namun, seiring dengan perbankan turut menaikkan tingkat suku bunga deposito denominasi Dolar AS sebagai respons dari tren kenaikan tingkat suku bunga global, sebulan terakhir BLU berhasil mencetak tingkat return 0,06 persen. Kalau diasumsikan rate tersebut bertahan bahkan terus meningkat satu tahun ke depan, BLU berpotensi untuk mencetak tingkat return 1-1,30 persen per annum (p.a). 


Tentu kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang, dan angka itu relatif lebih besar dibanding tingkat suku bunga deposito valas beberapa bank besar nasional. Tingginya minat investor atas produk itu, tercermin dari pesatnya pertumbuhan dana kelolaan yang pada awal November sudah menembus USD133 juta atau setara lebih dari Rp2 triliun, naik lebih dari dua kali lipat sejak awal 2022.


”Langkah sejumlah bank mulai menaikkan tingkat suku bunga deposito valas merupakan indikator jelas bagi investor untuk memanfaatkan momentum peningkatan return Reksa Dana Pasar Uang beberapa waktu ke depan. Analisa kami tren peningkatan return itu akan terus terjaga. Mengingat tren kenaikan tingkat suku bunga The Fed diperkirakan terus terjadi setidaknya hingga awal tahun mendatang,” tambah Danica. (*)