EmitenNews.com - Kejaksaan Agung menjadwalkan kembali pemeriksaan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim. Ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook, pada Selasa (15/7/2025). Pekan lalu, ia urung diperiksa sehingga minta penjadwalan ulang. Pengacaranya memastikan Nadiem bakal hadir dalam pemeriksaan pekan depan.

“Sudah dilakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan, dijadwalkan pada hari Selasa yang akan datang. Selasa, 15 Juli 2025,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kepada pers, Jumat (11/5/2025). 

Masih banyak yang ingin ditanyakan penyidik kepada Nadiem Makarim. Mulai dari proses pengadaan hingga pengawasan Nadiem kepada para anak buahnya atas tendee yang dipersoalkan Kejagung itu.

“Apakah dalam proses pengadaannya, kemudian bagaimana prinsip-prinsip terhadap pengadaan itu, bagaimana bentuk pengawasannya,” ujar Harli Siregar.

Sebelumnya, Nadiem sudah dipanggil untuk diperiksa, pada Selasa (8/7/2025). Namun, berdasarkan informasi dari kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, Nadiem meminta agar pemeriksaan ditunda selama satu minggu. 

Nadiem Makarim telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik pada 23 Juni 2025. Usai diperiksa selama 12 jam, Nadiem irit bicara terkait dengan pemeriksaan yang telah dijalaninya. Ia hanya berkomentar, kehadirannya di Kejaksaan Agung sebagai warga negara yang percaya bahwa penegakan hukum yang adil dan transparan adalah pilar penting bagi demokrasi dan pemerintahan yang bersih.

Kejagung menaikkan status hukum kasus korupsi di lingkungan Kemendikbudristek ini dari penyelidikan ke penyidikan per tanggal Selasa (20/5/2025). 

“Pada 20 Mei 2025, dengan surat perintah penyidikan nomor 38, tanggal 20 Mei 2025 telah meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan dalam dugaan tindakan korupsi pada Kemendikbudristek dalam pengadaan digitalisasi pendidikan tahun 2019-2023,” kata Harli Siregar. 

Sejauh ini, penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Penyidik masih mendalami kasus yang ada, termasuk kerugian keuangan negara yang timbul dalam proyek pengadaan senilai Rp9,9 triliun tersebut. ***