EmitenNews.com—Perusahaan Terbuka yang melakukan Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).


Hal itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 15/POJK.04/2022 Tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham oleh Perusahaan Terbuka yang diunggah pada laman OJK, Rabu (07/9/2022).


Setelah mendapat restu pemegang saham, beleid baru itu juga mewajibkan emiten mendapatkan restu dari Bursa Efek Indonesia (BEI).


Sebelum memberi restu, BEI wajib memperhatikan kepentingan pemegang saham publik dan mempertimbangkan terkait tingkat likuiditas perdagangan saham Perusahaan Terbuka, harga saham dan fluktuasi harga saham Perusahaan Terbuka, kinerja fundamental keuangan Perusahaan Terbuka, rasio Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham, jumlah saham beredar yang dimiliki oleh masyarakat dan pengawasan perdagangan saham Perusahaan Terbuka.


Bahkan, BEI dapat meminta emiten untuk melakukan penilaian saham yang disusun Penilai Publik.


Kewajiban ini juga berlaku pada emiten yang sahamnya mengalami penghentian sementara lebih dari 3 bulan dan atau harga saham emiten tersebut berada pada level terendah.


OJK juga meminta BEI menerbitkan ketentuan terkait permohonan persetujuan Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham paling lama 3 bulan sejak Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku.


Bagi emiten baru, dapat melakukan pemecahan dan pengabungan saham setelah 24 bulan sejak tercatat di BEI.


Sedangkan emiten yang telah melakukan right isue atau private placement dapat melakukan pemecahan dan pengabungan setelah 1 tahun sejak aksi korporasi itu dilakukan.


Sebaliknya, emiten yang telah melakukan Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham tersebut, dilarang melakukan private placement dalam rentang 12 bulan sejak pemecahan dan pengabungan saham. Kecuali private placement bertujuan memperbaiki kondisi keuangan.