Kelangkaan air disebut-sebut mampu menurunkan produktivitas tanaman. Industri pertanian akan bergantung pada hujan dan irigasi. Hal ini menjadikan banyak negara bergantung pada impor pangan dan mempengaruhi ketahanan pangan secara global.

Progres Bisnis Pertanian di Indonesia

Dulu bangsa Indonesia bangga dengan sebutan negara agraris, sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Tahun 1976 tenaga kerja pertanian mencapai 65,8% terhadap total tenaga kerja Indonesia. Data BPS tahun 2023 porsi tenaga kerja di sektor pertanian tinggal 29,4% dari total tenaga kerja Indonesia.

Mindset masyarakat masih menganggap profesi petani identik dengan penghasilan kecil, kotor dan tidak punya masa depan cerah. Hal ini karena masih berlaku pola lama: Petani menanam kemudian hasilnya dijual ke tengkulak, hasil panen habis dalam hitungan bulan.

Sementara untuk tanaman jangka panjang, petani hanya panen setahun sekali. Artinya dua-tiga bulan setelah panen petani kembali terjerat utang tengkulak. Pola seperti ini terus berulang sehingga banyak petani di desa yang kehidupannya tidak mampu lepas dari kemiskinan.

Bisnis pertanian pola lama ini, masih terus terjadi pada petani di desa-desa. Kurangnya pengetahuan pascapanen, minim perencanaan, tidak ada nilai tambah, pola pikir yang penting tanam dulu, dan ketergantungan pada tengkulak menjadi penyebab petani tidak mampu naik kelas. Siklus ini terus berulang membuat petani terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan akut.

Bisnis pertanian sebenarnya memiliki potensi besar sekaligus tantangan yang kompleks. Peluang pengembangan bisnis pertanian sangat menjanjikan jika dikelola secara modern dan berorientasi bisnis. Sektor pertanian masih menjadi andalan Indonesia sampai saat ini.

Sesuai target Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 di mana Indonesia mampu melipatgandakan produktivitas pertanian. Sektor pertanian berpotensi menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.