EmitenNews.com -Fitch Ratings telah menetapkan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) sebagai emiten berkode PGEO untuk pertama kali Peringkat Mata Uang Asing Issuer Default Rating (IDR) Jangka Panjang di 'BBB-' dengan Outlook Stabil. Fitch juga telah memberikan peringkat 'BBB-' untuk obligasi hijau yang diusulkan PGE.

 

Peringkat PGE selaras dengan induk langsungnya, PT Pertamina Power Indonesia (PPI) - perusahaan sub-holding Listrik dan Energi Baru dan Terbarukan (PNRE) di bawah PT Pertamina (Persero) (BBB/Stabil) - sejalan dengan Induk Fitch dan Kriteria Peringkat Subsidiary Linkage (PSL). Hal ini didasarkan pada penilaian kami tentang insentif strategis dan operasional 'Rendah' ??dan 'Tinggi' bagi PPI untuk mendukung PGE.

 

Profil kredit PPI dikaitkan dengan induk utamanya, Pertamina, Perusahaan Minyak Nasional milik Negara Indonesia (BBB/Stabil), menggunakan pendekatan top-down. Kami menilai insentif legal, strategis, dan operasional Pertamina untuk mendukung PPI sebagai 'Sedang', mengingat peran utama PPI dalam rencana transisi energi induk.

 

Standalone Credit Profile (SCP) PGE di 'bb' mencerminkan kapasitas operasinya yang sederhana, konsentrasi aset, visibilitas pendapatan, dan profil keuangan yang relatif kuat.

 

Transisi Energi Mendorong Kepentingan Strategis: Kami yakin Pertamina memiliki insentif strategis 'Sedang' untuk mendukung PPI, dan karenanya PGE, karena peran utama PPI sebagai sarana utama untuk meningkatkan kapasitas energi baru dan terbarukan (EBT) Pertamina menjadi 17% dari bauran energinya pada tahun 2030 (2021: 1%). Hal ini sejalan dengan target pemerintah Indonesia untuk meningkatkan porsi EBT menjadi minimal 23% dan 30% (2021: 11,5%) dari bauran energi nasional masing-masing pada tahun 2025 dan 2030.

 

PPI berencana membelanjakan belanja modal USD3,7 miliar, termasuk USD2,1 miliar untuk PGE, selama 2023-2026 untuk meningkatkan kapasitas terpasang EBT menjadi 5GW (2022: 687MW), termasuk lebih dari 3GW kapasitas surya dan 1GW di PGE (2022: 672MW ). Penilaian kami mencerminkan potensi pertumbuhan PPI yang kuat, meskipun kontribusi keuangannya kepada Pertamina akan tetap minimal dalam jangka menengah karena ukurannya yang kecil dibandingkan dengan bisnis inti minyak dan gas induknya.

 

Hukum 'Sedang', Insentif Dukungan Operasional: PPI memenuhi syarat sebagai anak perusahaan material di bawah provisi cross-default dari nota senior tanpa jaminan Pertamina. Kami yakin rencana investasi PPI akan menghasilkan utang luar negeri yang signifikan selama empat tahun ke depan. Semua utangnya saat ini berasal dari induknya, meskipun kami memperkirakan proporsi pinjaman pemegang saham akan turun dalam jangka menengah. Pertamina memiliki 100% saham PPI, menunjuk manajemen dan pengurusnya, serta melakukan kontrol yang kuat. Sebagai imbalannya, PPI mendapatkan keuntungan dari sinergi operasional antara energi panas bumi dan bisnis hulu minyak dan gas Pertamina.

 

PGE di Posisi Utama: Kami memperkirakan PGE akan terus menjadi anak perusahaan terbesar PPI dalam hal kontribusi keuangan selama 3-4 tahun ke depan. PGE diharapkan mencapai 21% dari total kapasitas terbarukan terpasang PPI pada tahun 2026, tetapi akan berkontribusi sekitar 65% dari EBITDA PPI. PGE menyumbang hampir seluruh pendapatan dan basis aset PPI. PGE bertujuan untuk terus memperluas kapasitas panas buminya. Sifat operasi panas bumi yang stabil dan potensi panas bumi yang tinggi di Indonesia menambah perannya dalam rencana transisi energi Pertamina dan negara.

 

Menggandakan Kapasitas, Leverage Sederhana: PGE bertujuan untuk menggandakan kapasitas pembangkitannya menjadi lebih dari 1,2GW pada akhir 2027, dengan belanja modal sekitar USD2,8 miliar dan pengeluaran tahunan rata-rata di atas USD500 juta mulai tahun 2024 (2022: USD27 juta, 2023E: USD230 juta). Ia berencana untuk mendanai belanja modal dengan campuran arus kas internal, USD580 juta hasil dari IPO pada Februari 2023, dan utang. Namun demikian, kami berharap leverage PGE tetap nyaman untuk SCP-nya meskipun belanja modalnya besar. Kami memperkirakan EBITDA net leverage PGE akan tetap di bawah 4x bahkan selama periode belanja modal puncak (2022: 2,2x, 2021: 2,8x).