EmitenNews.com - Saratoga Investama Sedaya (SRTG) per 30 September 2023 memamerkan kinerja buruk. Itu ditunjukkan dengan tabulasi rugi Rp10,6 triliun. Berbalik longsor 248 persen dari edisi sama tahun lalu dengan laba bersih Rp7,14 triliun. Alhasil, rugi per saham emiten besutan Sandiaga Uno itu, menukik ke level Rp784 dari episode sama tahun lalu surplus Rp529.  


Pendapatan bunga Rp16,7 miliar, susut dari Rp17,89 miliar. Beban bunga Rp72,85 miliar, turun dari Rp150,7 miliar. Kerugian perubahan nilai wajar efek Rp12,87 miliar, anjlok 269 persen dari posisi sama tahun lalu untung Rp7,58 triliun. Pendapatan dividen Rp1,68 triliun, naik dari Rp1,37 triliun. Keuntungan telah direalisasi atas instrumen derivatif Rp7,45 miliar, naik dari Rp220 juta. 


Keuntungan selisih kurs mata uang asing Rp21,25 miliar, melesat 139 persen dari edisi sama tahun lalu minus Rp53,19 miliar. Pendapatan operasional lainnya Rp3,26 miliar, turun dari Rp23,03 miliar. Beban umum dan administrasi Rp174,56 miliar, bengkak dari Rp162,95 miliar. Beban operasional lainnya Rp18,61 miliar, susut dari Rp42,39 miliar. Jumlah rugi operasional Rp11,4 triliun, bengkak dari episode sama tahun lalu surplus Rp8,58 triliun. 


Pendapatan pajak Rp801,61 miliar, menanjak signifikan dari minus Rp1,42 triliun. Total rugi dari operasi yang dilanjutkan Rp10,6 triliun, membengkak 248 persen dari episode sama tahun sebelumnya surplus Rp7,15 triliun. Keuntungan selisih kurs penjabaran sebelum pajak Rp8,85 miliar, melesat 121 persen dari periode sama tahun sebelumnya minus Rp40,92 miliar. 


Jumlah ekuitas Rp48,31 triliun, mengalami penyusutan dari posisi akhir tahun sebelumnya senilai Rp59,81 triliun. Total liabilitas tercatat Rp2,4 triliun, mengalami koreksi dari periode sama tahun sebelumnya Rp3,95 triliun. Total aset terakumulasi sebesar Rp50,71 triliun, mengalami reduksi dari periode sama tahun sebelumnya Rp63,77 triliun. 


Hingga kuartal III-2023, Saratoga mencatat arus kas dari dividen Rp2,9 triliun, naik 35 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Net Asset Value (NAV) Saratoga pada kuartal III-2023 mencapai Rp49,8 triliun. Presiden Direktur Saratoga Michael William P. Soeryadjaya mengatakan, perekonomian global dinamis telah berdampak ke berbagai sektor bisnis seluruh dunia, termasuk Indonesia. Apalagi harga energi dan komoditas terus berfluktuasi dengan tingkat inflasi, dan suku bunga secara global tetap tinggi. 


Nah, menghadapi situasi tersebut, Saratoga menjalankan strategi investasi secara lebih berhati-hati, disiplin, dan mengedepankan pengelolaan arus kas kuat. ”Kami tetap berfokus pada peningkatkan value dari perusahaan-perusahaan portofolio milik Saratoga. Kami meyakini lini-lini bisnis baru dibangun akan terus memperkuat fundamental investasi Saratoga melalui perusahaan portofolio,” tutur Michael.


Salah satu investasi strategis didukung Saratoga adalah penguatan bisnis Merdeka Battery Materials (MBMA), salah satu anak usaha Merdeka Gold fokus pada rantai pasok baterai kendaraan listrik. Guna memperkuat posisi rantai pasok baterai, Merdeka Baterai telah meneken perjanjian dengan GEM Co, Ltd (GEM) untuk membangun pabrik pengolahan High-Pressure Acid Leach (HPAL) dengan kapasitas produksi 30 ribu ton nikel dalam Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) per tahun. 


Pabrik HPAL akan dibangun di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), dan dioperasikan di bawah PT ESG New Energy Material - joint venture antara MDKA dan GEM - dengan target operasi pada akhir 2024 untuk tahap 1, dan pertengahan tahun 2025 tahap 2. Pabrik ini juga akan membeli, dan memproses bijih nikel laterit dari Tambang Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) milik Merdeka Baterai berdasar perjanjian pasokan selama 20 tahun. GEM merupakan pemimpin global bidang energi baru terbarukan, dan daur ulang. 


GEM terdaftar di Bursa Efek Shenzhen (002340), dan SIX Swiss Exchange (GEM) dengan kapitalisasi pasar saat ini sekitar USD4,4 miliar. “Saratoga juga akan tetap mengoptimalkan setiap peluang investasi sektor-sektor strategis berdampak besar bagi keberlanjutan ekonomi nasional. Seperti sektor kesehatan, produk konsumen, infrastruktur digital, dan energi terbarukan,” tambah Michael. 


Direktur Investasi Saratoga Investama Sedaya Devin Wirawan menjelaskan secara operasional kinerja Saratoga juga didukung dengan tingkat efisiensi yang optimal. Itu tercermin dari rasio biaya, dan utang rendah. Hingga kuartal III-2023 rasio biaya operasional tahunan terhadap NAV sebesar 0,5 persen, dan rasio pinjaman 0,3 persen, dibanding 0,3 persen, dan 0,9 persen pada periode sama tahun lalu. ”Periode ini, kami berhasil menurunkan biaya bunga 52 persen year on year (yoy) berkat penurunan utang bersih. Saat ini, posisi utang bersih Saratoga Rp166 miliar atau menurun 72 persen dari sebelumnya Rp588 miliar,” jelas Devin. (*)