Panic Buying Emas, Investasi atau Ikut-ikutan Tren?

ilustrasi emas menyentuh harga tertinggi. Dok/Istimewa
Sejak lama emas memang telah lama diakui sebagai salah satu instrumen investasi yang stabil dalam jangka panjang. Sebagai instrumen yang dikenal tahan terhadap inflasi, mudah dicairkan, dan umumnya mengalami kenaikan harga dari waktu ke waktu.
Hanya saja , ada beberapa hal yang perlu dipahami dan diperhatikan, yaitu :
1. Harga emas sangat fluktuatif.
Harga emas cenderung naik dalam jangka panjang, emas juga bisa mengalami koreksi tajam dalam waktu singkat.
2. Emas tidak menghasilkan pendapatan.
Emas sangat berbeda dengan saham atau obligasi, emas tidak memberikan dividen atau bunga.
3. Biaya tambahan.
Perlu diingat bahwa Investasi emas fisik memiliki risiko dan biaya tambahan seperti penyimpanan, cetak, serta selisih harga jual dan beli (spread).
Artinya, membeli emas haruslah berdasarkan strategi yang matang, bukan karena rasa panik atau tren sesaat, dan ikut-ikutan.
Antara Investasi atau Ikut-ikutan
Banyak perbedaan besar antara keputusan investasi dan keputusan impulsif karena ikut-ikutan. Berikut beberapa indikator bahwa seseorang mungkin sedang melakukan panic buying:
- Tidak tahu harga pasar, tapi tetap beli karena “semua orang beli.”
- Tidak punya tujuan jelas , apakah untuk tabungan, dana darurat, proteksi nilai, atau spekulasi.
- Membeli dalam jumlah besar mendadak, tanpa analisis portofolio.
- Mengandalkan konten viral TikTok atau Instagram sebagai satu-satunya sumber informasi.
Sikap ini bukan hanya berisiko secara finansial, tetapi juga bisa membuat seseorang terjebak dalam keputusan yang merugikan di masa depan.
Dampak Jika Terjebak Panic Buying
1. Membeli di Harga Puncak
Banyak yang tidak menyadari bahwa mereka membeli emas saat harganya sudah terlalu tinggi. Jika setelah itu harga terkoreksi, maka aset mereka justru akan merugi.
2. Portofolio Tidak Seimbang
Menaruh terlalu banyak dana hanya pada satu jenis aset seperti misalnya pada instrument emas saja bisa membuat portofolio tidak sehat. Diversifikasi penting untuk mengelola risiko.
Related News

Rebound IHSG di April: Tanda Pasar Mau Naik Terus atau Jebakan Batman?

Tren Investasi Gen Z di Tahun 2025, dari Cuan ke Keberlanjutan

Kenapa Harga Emas Naik? Sebuah Kebetulan atau Pertanda?

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia vs Vietnam

Membangun Danantara: Belajar dari Temasek dan NBIM Norwegia

Skenario Pemulihan IHSG: Kapan Investor Bisa Optimis Lagi?