EmitenNews.com - Tangis Sri Wahyumi Maria Manalip bakal makin panjang. Eks Bupati Talaud, Sulawesi Utara ini, menangis usai pembacaan sidang putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Manado, Sulawesi Utara. Belum genap setahun bebas karena kasus suap, pada Selasa (25/1/2022), ia kembali divonis hakim empat tahun penjara dalam kasus sejenis, korupsi.


”Dengan ini menetapkan terdakwa Sri Wahyumi Maria Manalip terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Majelis Hakim yang diketuai Djamaluddin Ismail dalam sidang vonisnya.


Hakim menilai Sri Wahyumi Maria Manalip terbukti memperkaya diri dengan menerima commitment fee dari beragam proyek di wilayahnya selama menjabat sebagai Bupati Talaud.


Dalam kesimpulannya majelis hakim menyatakan, antara pertengahan 2014 dan 2017, Sri menerima gratifikasi atau commitment fee sebesar 10 persen dari nilai berbagai pekerjaan atau proyek yang dilelang kepada beberapa pengusaha. Perempuan yang sempat mengoleksi perhiasan, dan tas tangan mewah ini, terbukti menerima Rp9,3 miliar melalui empat ketua kelompok kerja (pokja) pengadaan barang dan jasa.


Sebelumnya, pada 2019, Bupati Kepulauan Talaud periode 2014-2019 ini dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Tangerang. Di sana ia mendekam selama dua tahun, setelah menurut hakim, terbukti menerima suap berupa uang dan barang-barang mewah dari pemegang proyek revitalisasi Pasar Beo dan Pasar Lirung di Talaud.


Setelah bebas, KPK kembali mencokok Sri pada April 2021 atas tuduhan gratifikasi. Kasus baru ini, mulai berproses di PN Manado pada September 2021. Dalam persidangan, terungkap bahwa eks politikus PDI Perjuangan dan Partai Hanura itu, memerintahkan empat ketua pokja untuk membantunya mengumpulkan uang.


Empat ketua pokja itu adalah John R Majampo, Azaria Mahatui, Frans W Lua, dan Jelby Eris. Mereka telah diperiksa sebagai saksi.


”Untuk apa saya tempatkan kalian di sini kalau tidak bisa bantu Ibu? Ibu butuh dana untuk pilkada (2019),” ujar hakim anggota M Alfi Sahrin Usup dalam sidang putusan, mengutip instruksi Sri Wahyumi kepada para ketua pokja itu.


Dari kesaksian para pengusaha itu, terungkap bahwa gratifikasi adalah praktik biasa di Talaud selama kepemimpinan Sri Wahyumi Maria Manalip. Para pengusaha harus memberikan fee 10 persen kepada Sri. Para ketua pokja memberikan spesifikasi proyek kepada para pengusaha sebelum lelang elektronik dimulai.


Pemenang proyek pun telah ditentukan sebelum lelang dimulai, jika pengusaha telah menyetorkan commitment fee kepada ketua pokja, yang kemudian diberikan kepada Sri Wahyumi.


Sri Wahyumi terbukti melanggar Pasal 12B Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur tentang gratifikasi. Ia juga dinilai melanggar Pasal 12C Ayat 1 UU No 31/1999 juncto UU No 20/2001 karena tidak melaporkan gratifikasi yang ia terima kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Manado akhirnya menjatuhkan hukuman penjara empat tahun dan denda Rp200 juta, yang jika tidak dibayarkan dapat diganti dengan kurungan selama tiga bulan. Hakim juga menghukum Sri Wahyumi harus mengembalikan gratifikasi yang telah ia terima. Tanah dan bangunan miliknya di perumahan CitraGran, Kecamatan Jatisampurna, Bekasi, yang dibeli dengan uang gratifikasi, juga akan disita.


Kepada pers, yang meminta tanggapannya, Sri Wahyumi menyatakan menerima putusan hakim. ”Saya menerima putusan ini.”


Sri mendatangi ketiga anaknya dan sanak saudara yang hadir, lalu memeluk mereka satu per satu. Semuanya tidak kuasa menahan tangis mendengar putusan hakim. Sri berusaha bersikap tenang, dan kuat. Ia meminta anak-anak, dan kerabatnya juga tetap tenang. "Enggak apa-apa, cuma empat tahun." ***