EmitenNews.com - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) mengeluarkan pernyataan sikap mencermati situasi politik saat ini. Mereka mengajak Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Koordinator Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Ari Dwipayana untuk mengembalikan martabat sebagai akademisi jelang Pemilu 2024. Kebetulan, kedua petinggi republik itu adalah mantan dosen mereka.

 

Dalam pernyataan sikap, Senin (12/2/2024), yang dibacakan Faris Rubiansyah, salah seorang perwakilan mahasiswa, mereka mengaku kecewa dengan dua sosok, Pratikno dan Ari, yang pernah menjadi dosen mereka dan mengajarkan tentang demokrasi.

 

"Izinkan kami menuliskan surat ini untuk menyampaikan rasa cinta sekaligus kecewa. Rasanya baru kemarin kami mendengar ceramah Pak Tik dan Mas Ari di kelas mengenai demokrasi." Demikian bunyi pernyataan sikap para mahasiswa itu.

 

Melalui dua dosen ilmu politik itu, mereka merasa diyakinkan bahwa demokrasi merupakan sebuah berkah yang harus dijaga selalu keberlangsungannya dengan kiprah Indonesia bertransformasi dari salah satu simbol otoritarianisme terbesar di dunia, menjadi salah satu negara demokrasi paling dinamis di Asia.

 

Mereka membeberkan transisi ini ditandai oleh beberapa hal. Mulai dari penarikan angkatan bersenjata dari politik, liberalisasi sistem kepartaian, pemilu yang jurdil, kebebasan berbicara, kebebasan pers serta sejumlah hal lainnya.

 

Yang menjadi catatan penting, semua itu tidaklah mudah dilakukan di negara dengan masyarakat majemuk, seperti Indonesia, yang kala itu tengah berjuang untuk pulih dari dampak krisis keuangan.

 

Sayangnya, lebih dari 20 tahun sejak datangnya berkah orde reformasi tersebut, demokrasi Indonesia justru mengalami kemunduran. Melihat situasi perpolitikan Indonesia saat ini, para mahasiswa mengaku semakin resah.

 

“Sama seperti Mas Ari yang khawatir dengan harga tinggi demokrasi atau seperti Pak Tik yang resah dengan otoritarianisme Orde Baru seperti disampaikan dalam beberapa tulisan di masa lalu," kata Faris Rubiansyah lagi.

 

Para mahasiswa UGM itu, resah karena sejak 2019 telah turun ke jalan demi memprotes banyak hal yang dianggap mengancam demokrasi. Di antaranya, revisi UU KPK, terbitnya UU Ciptakerja, revisi UU ITE, dan lain sebagainya.